Sejarah Masykur: Pejuang, Ulama, dan Pendidik Bangsa yang Rendah Hati
- Mengenal Sosok Masykur: Ulama Pejuang dari Malang
Nama KH. Masykur dikenal luas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, terutama di masa menjelang dan setelah kemerdekaan. Ia bukan hanya seorang ulama dan tokoh agama, tetapi juga politisi, pendidik, serta pejuang yang memiliki peran penting dalam perjalanan bangsa.
Masykur lahir di Singosari, Malang, Jawa Timur, pada 30 Desember 1904. Ia berasal dari keluarga sederhana yang taat beragama. Sejak kecil, Masykur sudah menunjukkan kecerdasan, ketekunan, dan semangat belajar yang tinggi. Pendidikan dasarnya ia tempuh di madrasah tradisional, sebelum kemudian melanjutkan pendidikannya di berbagai pesantren ternama di Jawa.

Kecintaannya pada ilmu agama dan semangat perjuangan yang tumbuh di masa penjajahan membuatnya menjadi sosok yang berwibawa dan dihormati. Ia tidak hanya memahami ilmu agama, tetapi juga memiliki pemikiran yang terbuka terhadap perubahan sosial dan politik di sekitarnya.
- Latar Belakang Pendidikan dan Pengaruh Pesantren
Masykur dikenal sebagai santri yang haus akan ilmu. Ia menimba ilmu di sejumlah pesantren besar, termasuk Pesantren Tebuireng Jombang, yang saat itu diasuh oleh KH. Hasyim Asy’ari — pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Di sinilah pemikiran keagamaannya semakin matang dan semangat nasionalismenya tumbuh.
Selama mondok, Masykur tidak hanya belajar ilmu fiqih, tafsir, dan hadis, tetapi juga aktif berdiskusi mengenai kondisi bangsa. Ia memahami bahwa penjajahan tidak hanya merampas kemerdekaan, tetapi juga martabat umat Islam di Indonesia. Dari sinilah lahir pandangannya bahwa agama dan perjuangan kemerdekaan tidak bisa dipisahkan.
Setelah menimba ilmu di berbagai pesantren, Masykur kembali ke Malang dan mulai berdakwah di masyarakat. Ia mendirikan majelis taklim, mendidik para santri, dan mengajarkan pentingnya cinta tanah air sebagai bagian dari iman. Melalui ceramah-ceramahnya, ia menanamkan nilai kebangsaan kepada umat Islam agar ikut memperjuangkan kemerdekaan.
- Kiprah Masykur Dalam Perjuangan Kemerdekaan
Ketika situasi politik di Indonesia semakin memanas menjelang proklamasi, Masykur termasuk tokoh yang aktif menggerakkan semangat rakyat untuk melawan penjajah. Ia ikut terlibat dalam berbagai organisasi keislaman dan perjuangan, salah satunya Nahdlatul Ulama (NU) dan Masyumi.
Pada masa pendudukan Jepang, Masykur dipercaya menjadi anggota Shumubu, lembaga urusan agama bentukan Jepang. Meski posisinya di lembaga itu, ia tidak serta-merta tunduk pada Jepang. Sebaliknya, ia justru memanfaatkan kesempatan itu untuk memperjuangkan kepentingan umat dan menanamkan semangat kemerdekaan di kalangan ulama.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Masykur termasuk tokoh yang bergerak cepat mengorganisir rakyat di Jawa Timur agar bersatu mempertahankan kemerdekaan. Ia juga dikenal dekat dengan tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno dan Mohammad Hatta, serta sering menjadi jembatan antara kaum ulama dan pemerintah pusat.
Masykur adalah contoh nyata ulama yang tidak hanya pandai berdakwah, tetapi juga berani turun langsung ke medan perjuangan. Ia memahami bahwa kemerdekaan bukan sekadar hasil diplomasi, melainkan buah dari pengorbanan seluruh rakyat, termasuk para santri dan ulama.
- Masykur Sebagai Menteri Agama dan Tokoh Politik
Setelah Indonesia merdeka, Masykur tidak berhenti mengabdi. Ia dipercaya menjadi Menteri Agama dalam kabinet pemerintahan Indonesia pada beberapa periode antara tahun 1947 hingga 1949. Dalam jabatannya, ia menunjukkan kepemimpinan yang bijaksana dan berpandangan luas.
Sebagai Menteri Agama, Masykur berperan besar dalam menata kembali kehidupan beragama di Indonesia yang baru merdeka. Ia memperjuangkan agar lembaga pendidikan Islam mendapat tempat yang layak dalam sistem pendidikan nasional. Ia juga mendorong agar guru agama dan ulama mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Salah satu jasanya yang cukup besar adalah upayanya menyatukan pandangan antarumat beragama di masa awal republik. Ia percaya bahwa perbedaan agama tidak boleh menjadi alasan untuk memecah belah bangsa. Baginya, nilai-nilai keimanan justru harus menjadi kekuatan moral dalam membangun Indonesia.
Selain di bidang keagamaan, Masykur juga aktif di dunia politik. Ia terlibat dalam Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan menjadi salah satu tokoh penting di organisasi tersebut. Meskipun politik sering kali keras dan penuh konflik, Masykur tetap dikenal santun, bersahaja, dan selalu mengedepankan prinsip kejujuran.
- Peran Masykur Dalam Pembentukan Jiwa Kebangsaan
Salah satu hal yang menonjol dari Masykur adalah kemampuannya menyatukan nilai keagamaan dengan semangat nasionalisme. Ia sering menegaskan bahwa mencintai tanah air merupakan bagian dari iman. Pandangan ini menjadi dasar bagi banyak ulama di Indonesia dalam menumbuhkan semangat kebangsaan di kalangan umat Islam.
Masykur juga aktif dalam pembinaan generasi muda. Ia sering memberi ceramah di sekolah, pesantren, dan organisasi pemuda untuk menanamkan nilai moral, semangat perjuangan, serta tanggung jawab terhadap bangsa.
Selain itu, ia berperan penting dalam mengembangkan konsep Pendidikan Agama Nasional, yang kemudian menjadi bagian integral dalam kurikulum sekolah-sekolah di Indonesia. Ia percaya bahwa pendidikan agama bukan hanya soal ritual, melainkan juga tentang membentuk karakter, disiplin, dan rasa cinta terhadap bangsa.
- Kehidupan Pribadi dan Sifat-Sifat Terpuji Masykur
Dalam kehidupan pribadi, Masykur dikenal sebagai sosok yang sangat sederhana. Meskipun pernah menjabat sebagai menteri, ia tetap hidup bersahaja dan dekat dengan rakyat. Ia tidak suka kemewahan dan lebih memilih menghabiskan waktunya bersama para santri serta masyarakat di pesantren.
Sifatnya yang rendah hati membuat banyak orang segan sekaligus hormat padanya. Ia tidak pernah memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi, dan setiap keputusan yang ia ambil selalu berlandaskan nilai moral serta kepentingan umat.
Masykur juga dikenal sangat disiplin dalam beribadah dan bekerja. Ia sering menekankan pentingnya kejujuran dan tanggung jawab dalam setiap tindakan. Ia juga percaya bahwa seorang pemimpin harus menjadi teladan bagi orang lain — bukan hanya dalam ucapan, tetapi dalam perbuatan.
Kehidupan rumah tangganya pun berjalan harmonis. Ia mendidik anak-anaknya dengan nilai keislaman yang kuat serta menanamkan semangat untuk selalu berbuat baik bagi sesama.
- Akhir Hayat dan Warisan Perjuangan Masykur
- Masykur wafat pada 19 Desember 1994 di usia 90 tahun. Ia meninggalkan warisan yang tidak ternilai bagi bangsa Indonesia — baik dalam bentuk perjuangan fisik, pemikiran, maupun moral.
Setelah wafat, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan kepadanya gelar Pahlawan Nasional, sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya yang luar biasa. Namanya kini diabadikan di berbagai lembaga pendidikan, jalan, dan institusi keagamaan di Indonesia.
Warisan terbesar Masykur bukan hanya berupa nama besar, melainkan nilai-nilai perjuangan yang ia tanamkan: semangat kebangsaan, toleransi, kesederhanaan, dan dedikasi tanpa pamrih. Ia menjadi simbol ulama yang tidak hanya berpikir untuk umat Islam, tetapi juga untuk seluruh bangsa Indonesia.
Baca Juga Sejarah Muhammad Natsir: Pejuang, Pemikir, dan Negarawan Muslim Indonesia
Penutup
Sejarah Masykur adalah kisah tentang bagaimana seorang ulama mampu menjadi pejuang, politisi, dan pendidik tanpa kehilangan jati diri keagamaannya. Ia menunjukkan bahwa perjuangan untuk bangsa tidak hanya dilakukan dengan senjata, tetapi juga dengan ilmu, doa, dan ketulusan.
Dari masa penjajahan hingga kemerdekaan, Masykur tetap teguh memperjuangkan nilai kebenaran dan keadilan. Sikapnya yang lembut namun tegas menjadikan namanya dikenang sepanjang masa sebagai salah satu tokoh penting dalam perjalanan bangsa Indonesia.
Semangatnya akan terus hidup dalam hati rakyat — bahwa membela tanah air dan menegakkan kebenaran adalah bagian dari ibadah, dan itulah warisan sejati dari seorang KH. Masykur.
